July 13, 2007

Jangan Lihat Kematian Taufik Savalas Hanya sebagai Takdir!

Aku bukan tidak percaya takdir! Tapi, bersikap fatalis dan mengembalikan semuanya hanya sebagai takdir Tuhan sering kali membuat kita tidak pernah belajar dan tidak menjadi lebih baik. Padahal agama sendiri mengajarkan agar hari ini dan hari esok harus selalu lebih baik dari hari sebelumnya.

Taufik Savalas sudah pergi dalam sebuah kecelakaan tabrakan mobil dengan truk di jalur pertigaan Desa Kredetan, Kecamatan Bagelan, Purworejo, Jawa Tengah (11/7), inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Sekali lagi, aku bukan tidak percaya takdir, tapi mari kita lihat hukum sebab akibat dan mata rantai lingkaran setan peristiwa yang pasti tidak sekali ini saja terjadi.

Mobil yang dikendarai Taufik dan kru lainnya ditabrak sebuah Truk yang nyalip kedaraan di depannya tanpa perhitungan, jelas ini akibat masih banyak pengendara kita yang tidak disiplin. Jadi, Taufik pergi karena ada sikap indisipliner! Kayaknya, pelajaran disiplin berlalu lintas di jalanan harus diberikan sejak dini secara resmi di sekolah-sekolah kita.

Di sekolah sini, anak-anakku mendapat pelajaran praktek mengendarai sepeda di jalan raya, langsung turun ke jalan dengan dikawal polisi, bukan cuma belajar teori rambu-rambu lalu lintas! Sebelum ke jalan, para polisi yang baik itu memeriksa kelayakan sepeda yang akan dipakai, remnya, lampunya, baut-bautnya, dan lain-lain, polisi sendiri lo yang ngecek!

Polisi yang memeriksa kecelakaan Taufik Savalas bilang, kemungkinan rem Truk yang menjadi penyebab kecelakaan itu tidak bekerja dengan baik, di samping supirnya yang kelelahan. Jadi, Taufik pergi karena sistem cek kelayakan kendaraan di kita tidak berjalan dengan semestinya!

Menurut pengakuan supir Truk, ia membawa muatan Semen dengan kelebihan beban, 30 Ton, sehingga keseimbangan Truknya tidak stabil. Kita memang punya sih aturan bobot maksimal muatan sebuah kendaraan, Truk itu pun hanya boleh ngangkut barang seberat 28 Ton, tapi di sinilah letak masalahnya! Supir truk itu “berhasil” menyogok petugas jembatan timbang dengan uang Rp. 25.000,-, “hanya” sekitar 2,- euro saja….., kalau di sini, bahkan tidak cukup untuk sekedar membeli sebuah Doner Kebap! Jadi, Taufik juga pergi karena budaya sogok menyogok sudah begitu mengakar!

Pak Presiden! Pak Gubernur! Pak Walikota! Pak Camat! Pak Kades! dan kita semua! tugas masih begitu banyak untuk membenahi sistem dan mental masyarakat kita sendiri. Jangan biarkan juga rakyat kita terlalu sering melihat peristiwa seperti kecelakaan Taufik Savalas ini sebagai "kesalahan setan" yang katanya memang menghuni jalur maut angker itu. Kalau memang sering terjadi kecelakaan di situ, mungkin lebih baik pikirkan sistem untuk menghindarinya atau, setidaknya, menguranginya. Aku yakin setan bisa mencari tempat tinggal lain, kok! Aku juga tidak tahu sih, sistem dulu atau mental orangnya dulu yang perlu dibenahi? pilihan yang sulit, sama dengan pertanyaan: ayam dulu atau telor dulu yang lahir ke dunia ini?

Huhhh! Begitulah aku bisa melihat kematian komedian bersahaja, sang "Presiden Republik BBM" ini. Aku tidak mengenalnya secara pribadi, tapi dalam bentuk yang lain, aku merasa punya jalan hidup yang sama dengannya. Kalau Taufik pernah menjadi kondektur angkutan kota sebelum sukses menjadi selebriti, aku pun harus bertahan hidup sebagai pedagang asongan antara Kebayoran Lama dan Tanah Abang sebelum menjadi sarjana.

Sekali lagi, aku bukan tidak percaya takdir! Tapi, jangan 'bebankan' semuanya kepada Tuhan, ambillah jatah kita sebagai hamba-Nya untuk berbenah diri. Innallaha la yugayyiru ma bi-qaumin, hatta yugayyiru ma bi-anfusihim, Tuhan tidak akan mengubah nasib segolongan masyarakat, hingga mereka sendiri berusaha memperbaikinya (al-Ra’d: 11). May he in rest, amin.

No comments: