February 13, 2013

Annisa dan "Angkot" di Tokyo

Rabu, 6 Februari, Anisa Azwar ( baru berusia 20 tahun) melompat dari angkot U-10 yang ditumpanginya di Jakarta Barat, karena ia merasa terancam dengan situasi yang dihadapinya.  
Tiga hari kemudian, ia pun akhirnya meregang nyawa. Anisa saat itu pasti mencium gelagat tidak beres yang menyebabkan dia merasa terpaksa harus nekad melakukan tindakan berbahaya! 


Anisa pergi selamanya, Uda Azwar dan Uni Eli Helviza di Bukittinggi, Sumatra Barat berduka ditinggal anak sulung yang dicintainya, Fakultas Kedokteran Ilmu Keperawatan (FKIK) Universitas Indonesia (UI) kehilangan salah seorang mahasiswinya yang cerdas, dan Indonesia pun menangis kehilangan salah satu bibit generasi muda potensial, akibat sistim jaminan sosial dan keamanan yang belum berpihak kepada warganya.


Anisa mustahil bisa loncat dari angkutan umum andai saja ia tinggal di Tokyo! Sistim keamanan di Kota ini mungkin menganut prinsip “nanti bagaimana” (Sunda: engke kumaha?), bukan “bagaimana nanti” (Sunda: kumaha engke). Semuanya disiapkan dan diterapkan untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan, bukan baru difikirkan dan ramai dibicarakan ketika kecelakaan sudah terjadi.

Saya tinggal di sebuah kota kecil, Fuchu di Tokyo; beberapa kali saya juga naik Chu-Bus, semacam angkutan kota unit terkecil dari stasiun Tama ke pusat kota Fuchu. Pintu masuk dan keluar penumpang hanya terbuka jika Chu-Bus berhenti di halte yang sudah ditentukan, bukan di sembarang tempat seperti halnya angkot di negeri kita. Jadi, penumpang gila sekalipun hampir mustahil loncat ketika bus berjalan, kecuali kalau ia pecahin kaca dan benar-benar gila! 


Ongkos Chu-Bus dibayarkan ketika penumpang naik, dan tidak mengganggu konsentrasi supir karena cukup dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disediakan, Bus pun sedang berhenti ketika penumpang masih proses membayar. Untuk bus-bus yang lebih besar, pembayaran bisa dilakukan menggunakan Kartu Pasmo, semacam e-money yang berfungsi sebagai alat pembayaran multifungsi; tinggal tempel, langsung duduk! Tarifnya sudah jelas, tidak mungkin terjadi sopir beradu mulut dengan penumpang yang iseng membayar ongkos sedikit lebih murah! 


Prinsip kemanan lain yang dianut angkutan kota di sini adalah: semakin besar kemungkinan terjadinya risiko kecelakaan, semakin tinggi pula sistim keamanan ditingkatkan! 

Untuk angkutan bus jarak jauh seperti Airport Limousine menuju Bandara Narita misalnya, kursi penumpang dilengkapi dengan sealt belt layaknya dalam pesawat terbang! Sebelum berangkat, sang sopir akan mengingatkan penumpang melalui mikrofon yang standby dalam balutan seragamnya, agar semua penumpang mengenakan seat belt, untuk jaga-jaga “nanti bagaimana” kalau terjadi kecelakaan. O ya, sopir Chu-Bus di kota kecil pun mengenakan seragam dan topi kehormatan, sehingga tidak punya tampang akan berbuat tidak senonoh kepada penumpangnya! 


Prinsip keamanan preventif tentu saja bukan hanya milik angkutan kota di Tokyo atau kota-kota lain di Jepang, tapi juga diterapkan di banyak Negara maju yang sudah “beradab” dan sangat menghargai arti sebuah nyawa. 


Sayang, Anisa tinggal di sebuah kota yang sebagian warganya masih was-was dengan kejahatan dan kriminalitas, yang keamanannya belum terjamin ketika menggunakan angkutan umum, yang nyawanya tidak menjadi prioritas ketika Rumah Sakit tidak menerima uang muka! 


Pantas saja istri saya di Jakarta sering was-was kalau anak kami naik angkot dan belum pulang pada jam yang diperkirakan! Pantas saja orang tua di negeri ini sering over-protective terhadap anak gadisnya karena sering menjadi korban rusaknya sistim sosial! 


Tapi saya masih optimis dan menaruh harapan, ke depan, Indonesia akan menjadi lebih baik, angkutan umum seperti Busway di Jakarta adalah contohnya, Metromini dan Kopaja kini pun sudah mulai digiring paksa untuk memiliki sistim pintu seperti TransJakarta. Kelak, pasti tidak akan ada lagi pintu pelintasan kereta yang tidak ditutup saat gerbong kereta lewat, dan tidak ada lagi lampu merah yang diterobos! Annisa sudah mengingatkan kita semua.

Selamat jalan Anisa, semoga pengorbanan itu tidak sia-sia, dan menjadi awal pembenahan keseluruhan sistim sosial di Negara yang kita cintai bersama. Simpati saya dan keluarga untuk Uda Azwar dan Uni Eli, semoga keluarga ikhlas meski terpaksa. 

Fuchu, 13 Februari 2013

No comments: