January 4, 2008

Haji (1): Haji Tanpa “Seremonial”

Lazimnya, jamaah Indonesia yang mau berangkat haji akan disibukkan dengan berbagai ‘seremonial’, baik sebelum maupun menjelang hari keberangkatannya, mulai dari walimatussafar, tasyakuran, terima tamu, dan akhirnya acara pelepasan.

Selain menyita waktu dan tenaga, tentu saja semua rangkaian acara itu membutuhkan alokasi dana tersendiri, sehingga kalau “dijumlah-jambleh”, biaya yang perlu dikeluarkan oleh seorang calon jamaah haji Indonesia akan melebihi biaya resmi yang dibayarkan (biaya resmi haji per orang tahun 2007 adalah Rp. 27 juta)!

Ini belum termasuk biaya belanja ‘pernak-pernik’ berbau haji, seperti tasbeh, sajadah, dan lain-lain untuk dibagikan sebagai oleh-oleh, tidak peduli belinya di Makkah atau di Tanah Abang. Ada nilai sosial di situ memang, tapi celakanya orang seringkali memaksakan diri untuk bisa menjadi 'sosial' itu.

Lain lagi dengan cerita keberangkatan haji kami sekeluarga, tidak ada famili yang berbondong-bondong mengantar sampai naik kendaraan, hanya ada Mas Adam yang menemaniku membawa dua buah koper dari rumah dan mengaminiku saat aku menggumamkan doa perjalanan, Mas Widianto yang menunggu di Stasiun Kereta, keduanya mahasiswa di Jerman, dan Pak Hosi yang mengawal kami di Bandara. Namun, di tengah kesepian itu kami merasakan ketulusan, meski tak kuasa air mata pun sedikit menetes di pipi.

Ya, hari itu kami berlima berangkat dari Bonn dengan niat untuk menunaikan ibadah haji. Tak terbayangkan memang bahwa akhirnya niat kami ziarah ke Tanah Suci akan kesampaian. Maklum, bertumpuk masalah teknis yang agak mengganjal, meski akhirnya semuanya dapat kami lalui. Kami beruntung bahwa Konsulat Haji di Jeddah berkenan mengundang kami berlima, sehingga aku tidak perlu mengeluarkan ‘biaya normal’ haji yang tentunya terlalu besar jika ditanggung sendiri. Labbaikallahumma labbaik, labbaika la sharika laka labbaik, innalhamda wanni’mata laka walmulk, la sharika lak...


No comments: