Agama banyak mengajarkan kita untuk bertafakkur, merenungkan siklus kehidupan yang kita alami; katanya, di dalam proses tafakkur itu ada banyak pelajaran yang bisa membuat kita lebih arif dalam memandang arti kehidupan.
Kalau dipikir-pikir, sejak tinggal di Jerman setahun lalu, orientasi kehidupanku tidak pernah ditujukan untuk kepentingan 'hari ini' di Jerman, melainkan lebih memikirkan bagaimana 'hari esok' jika aku telah kembali ke Indonesia. Kenapa? karena aku sudah tahu pasti bahwa masa tinggalku di Jerman hanya sementara, April 2008 kami sekeluarga sudah pasti harus kembali ke Tanah Air.
Oleh karenanya, aku tidak terlalu memikirkan bagaimana bermegah-megah hidup di sini, bagaimana membeli perabotan rumah yang lux, dan menghindari pembelian barang-barang yang tidak mungkin dibawa pulang ke Indonesia. Sebaliknya, aku hanya berfikir, apa yang akan dan bisa aku bawa pulang nanti, oleh-oleh apa yang bermanfaat, kerja keras apa yang bisa mendongkrak kualitas dan kapasitasku sebagai seorang peneliti, dan yang juga penting, memperbanyak tabungan. Bagiku, hari esok di Indonesia adalah hari di mana aku dan keluarga akan hidup 'selamanya', sementara di Jerman sini, kami hanya hidup sementara.
Pola berfikir seperti ini membuatku bisa hidup sederhana, menikmati 'fasilitas' hidup apa adanya, dan selalu berusaha untuk sebanyak-banyaknya membekali diri demi kepentingan kehidupan kami di Indonesia jika kelak sudah kembali. 'Toh di sini cuma sebentar', begitu aku selalu mengingatkan diriku, istriku, dan anak-anakku.
Lalu aku merenung, bukankah cara berfikir seperti ini yang diajarkan agama untuk memandang kehidupan di dunia yang fana ini? karena agama mengajarkan adanya kehidupan setelah kehidupan di dunia ini yang lebih abadi, dan menegaskan bahwa kehidupan di akhirat itu lebih penting daripada kehidupan di dunia ini (93: 4), meski agama juga mengajarkan agar kita tidak melalaikan kehidupan dunia (28: 77).
Yah, begitulah...sebagai manusia kadang-kadang kita memang khilaf bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, meski kita sudah yakin bahwa suatu saat niscaya kita akan meninggalkan alam fana ini. Apa yang dibawa? tiada lain selain bekal kebaikan selama hidup di dunia. Nabi bilang, yang dibawa hanya tiga: sadakah zariah, ilmu yang bermanfaat, dan keturunan yang saleh (al-hadis).
Sifat khilaf dan lupa itulah yang terkadang membuat kita hidup berlebihan, selalu merasa tidak cukup, dan tidak pernah memikirkan bekal untuk hari esok, semoga tidak...!
September 2, 2007
Berfikir untuk Hari Esok...
Posted by Oman Fathurahman at 9/02/2007 08:50:00 PM
Labels: Refleksi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment