Baru beberapa hari tiba di Oxford, aku harus kembali ke Jakarta untuk menjemput istri dan anak-anakku. Selain soal rindu (cengeng ya! kaya baru kali ini aja pergi jauh, he), aku juga ingin mengajak mereka travelling, biar gak cuma aku yang menikmati indahnya kota-kota di Mancanegara ini. Bukan untuk diajak ke Oxford, tapi ke Hanoi, Vietnam. Waktuku tidak banyak, hanya kurang lebih tujuh hari aku bisa meninggalkan tugas risetku di Oxford.
Aku tidak sempat istirahat, jadwal penerbangan ke Hanoi persis berselang satu hari setibaku di Jakarta. Aku hanya sempat bercengkrama sambil ngepak koper yang akan dibawa. 'Toh nanti di jalan akan bersama', gumamku. Ah, lucunya Jiddane! dan betapa sudah pandainya Fadli dan Alif membantu orang tua. Aku memutuskan berangkat ke Bandara menggunakan kendaraan pribadi, Atoz keluaran 2005. ‘Toh hanya beberapa hari saja akan berada di Hanoi’, fikirku.
Sayangnya, di perjalanan kendaraanku ngadat, meski cukup beruntung karena itu terjadi di dekat rumah kawanku yang dengan senang hati menawarkan kendaraannya untuk dipakai, dan bahkan ia sendiri yang akan mengantar ke Bandara. Eh, aku malah lupa siapa nama kawan baikku itu yah?
Aku pun setuju, aku meminta dia mengantar istri dan akan-anakku ke Bandara, sementara aku akan menjaga kendaraan kami yang ngadat itu. Mereka pun berangkat!
Aku lupa mencharge HP saat mau pergi tadi, jadilah tidak ada komunikasi yang bisa dilakukan. ‘Gawat’, fikirku. Tapi aku yakin semuanya akan baik-baik saja.
Perjalanan ke Bandara kelihatannya cukup lama, ‘mungkin macet’ fikirku. Waktu Zuhur pun tiba, aku dengar suara Azan begitu dekat dari Mushalla Kampung. ‘Ah, mungkin lebih baik aku shalat di Mushalla saja, sambil nunggu kabar dari temanku’, gumamku seraya beranjak pergi.
Ternyata, selepas shalat Zuhur, orang di kampung itu lagi ngadain kerja bakti. Ketimbang bengong, aku pun ikut angkat-angkat batu sebisanya. ‘Gak enak sama orang kampung situ’.
Dua jam berselang, aku sudah agak terkantuk-kantuk kelelahan seraya duduk di bawah rindangnya pohon mangga. Sebuah sapaan lembut membangunkanku, ‘Sayang…capek yah?’ ternyata istri dan anak-anakku sudah kembali. ‘Lho, kok gak jadi ke Hanoi?’ tanyaku dengan penuh heran.
‘Gimana mau pergi, yang punya acara kan kamu? Tiketnya juga semua kamu pegang’, gumamnya dengan tetap tersenyum. Dia terlihat begitu manis dengan senyumnya, tanpa ada raut masam sedikitpun. Betapa konyolnya aku ini!
Aku pun benar-benar bangun dari tidur….tapi bukan sedang di bawah pohon mangga nan rindang itu. Aku masih di kamar kecil apartement di Broad Street 14A rupanya. Sapaan lembut itu pun rupanya ilusi belaka, akibat kerinduan. Tak apalah, itu cukup mengobati!
Kutengok jendela, hari masih terlalu gelap untuk ukuran waktu setempat, jam 05.00, fajar pun belum menyingsing. Sejenak aku pejamkan lagi mata ini, dan masih bisa kurasakan nikmatnya pertemuan dengan istri dan anak-anakku, meski hanya dalam mimpi, dan meski aku begitu konyol!
Ah, aku harus mempersiapkan sarapan, dan segera menghadiri acara perkenalan 17 Fellow untuk periode Michaelmas Term 2010 di Oxford Centre for Islamic Studies, jam 11 siang ini.
--------------------
06 October 2010
Khusus untuk my beloved family: Ida, Fadli, Alif, dan Jiddane di Murisalim, I miss you all…
October 8, 2010
Akibat Kerinduan...
Posted by Oman Fathurahman at 10/08/2010 12:47:00 PM 3 comments
Labels: Dongeng Si Encep, Rehat
Subscribe to:
Posts (Atom)