Kalau tidak ada aral melintang, besok (11/12), aku, istri tercinta dan ketiga buah hatiku akan memulai perjalanan yang jauh berbeda dengan perjalanan-perjalanan kami sebelumnya selama tinggal di Jerman sejak pertengahan 2006 lalu.
Kalau sebelumnya kami sering pesiar mengunjungi kota-kota cantik di Eropa, kini tiba gilirannya kami melakukan perjalanan yang lebih bersifat spiritual, yakni ibadah haji, atau orang Sunda bilang mah, munggah haji….
Ya, begitulah, meski dengan langkah tertatih-tatih karena lumayan banyaknya rintangan teknis administratif, alhamdulillah akhirnya semua persiapan selesai dengan baik. Ini berkat saudara-saudara kami di Bonn dan Koeln yang dengan gigih membantu mengurus semua persyaratan administratif yang diperlukan, terima kasih Pak Bram, terima kasih Pak Hosi, terima kasih Pak Harto dan Bu Irma, sekarang “Si Encep” sabondoroyot mau munggah haji………….
Salah satu ‘kunci perantara’ hingga aku dan keluarga bisa mendapatkan izin perjalanan haji adalah karena aku menggabungkan jadwal haji dengan kegiatan akademik lain yang berkaitan dengan tugas utamaku sebagai peneliti tamu atas beasiswa the Alexander von Humboldt Foundation di Jerman. Selain itu, yang juga sangat menentukan diproses atau tidaknya visa haji kami adalah surat undangan untuk menunaikan haji dari Pak Nursamad Kamba, Kepala Konsulat Haji di KJRI Jeddah.
Sungguh aku juga bersyukur bermitra dengan Edwin Wieringa, Professor yang mengundangku untuk melakukan penelitian di Jerman, yang sangat baik hati, empati, dan bisa mengerti semua yang aku butuhkan, sehingga ia pun memberikan dukungan penuh bagi rencana haji yang digabungkan dengan aktivitas akademik ini.
Salah satu agenda akademikku adalah pada tanggal 12 Desember nanti, saat aku akan memberikan ceramah di hadapan mahasiswa-mahasiwa Indonesia berbagai tingkatan di Cairo, dalam sebuah acara bertajuk: “Filologi dan Revitalisasi Kajian Naskah-naskah Keagamaan Nusantara di Cairo”. Atase Kebudayaan dan Pendidikan KBRI Cairo berkenan mengundangku sebagai pembicara tunggal. Konon, acaranya sendiri dikerjasamakan dengan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir.
Sehari kemudian, pada pagi dan siang harinya, aku akan melakukan ‘riset singkat’ di dua perpustakaan besar di Cairo, yakni Perpustakaan Dar al-Kutub dan Perpustakaan Universitas Al-Azhar. Kebetulan beberapa manuskrip yang menjadi sumber primer penelitianku tersimpan di dua perpustakaan ini; dan aku telah mendapatkan salinannya beberapa waktu lalu atas bantuan kawan-kawan di Cairo, khususnya Pak Amin Samad.
Sebuah acara ramah tamah pada sore harinya juga rupanya sudah diagendakan oleh Racipta, sebuah paguyuban alumni santri Pesantren Cipasung di Mesir. Cipasung! Ah, aku sangat bangga, Pesantren ini yang pertama membentukku menjadi seorang santri. Wah, aku senang bukan kepalang, karena berarti juga akan berkumpul dengan kawan-kawan dari 'habitat' yang sama, meski pasti berbeda angkatan.
Nah, baru kemudian pada malam harinya kami akan memasuki Kota Jeddah, menginap semalam di Kota ini, dan kemudian menuju Makkah untuk mengikuti ritual pelaksanaan ibadah umrah dan haji, sebelum dilanjutkan ziarah ke Kota al-Madinah al-Munawwarah.
Seharusnya, di Saudi Arabia sendiri aku melakukan riset tambahan dengan mengunjungi King Faisal Center for Research and Islamic Studies, karena beberapa sumber penelitianku juga terdapat di sini. Tapi, agenda ini kemungkinan besar tidak akan terlaksana, mengingat semua lembaga di Saudi Arabia tutup selama musim haji.
Menurut rencana, tanggal 28 Desember kami sudah akan meninggalkan Jeddah, dan kembali mampir di Cairo untuk melanjutkan agenda riset serta melengkapi dengan wisata di Kota Piramid ini. Baru kemudian pada 31 Desember kami akan kembali ke Bonn, dan menyongsong tahun baru 2008 di kota nan resik ini. Semoga semua rencana kami ini akan berjalan dengan baik, dan mendapat Rida-Nya, amin.
Ah, aku ingin mempersembahkan perjalanan hajiku ini secara khusus buat Bapakku di kampung halaman, seorang yang sering berkata: “Bapak bangga Encep bisa jalan-jalan ke Negara-negara lain, tapi akan lebih bangga kalau juga menyempatkan ‘jalan-jalan’ ke Mekkah”. Moga Bapak yang kini hanya bisa berbaring di atas kasur menyempurnakan kebanggaan buat anaknya. Si Encep munggah haji, Pak…!
kalo berangkat dari germany langsung memang gak bisa ya pak ? saya jadi inget haji 2005 kemarin. naik flight terakhir dari kairo, saya bersama rombongan muslim amerika, prancis dan meksiko. saat saya tanya mereka kenapa harus dari kairo. jawabannya sama, sekalian traveling. hehehe... selamat menunaikan ibadah haji pak, semoga sekeluarga bapak mendapatkan "predikat" hajjan mabruran, amiin..
ReplyDeleteTentu saja bisa Mas Arbi, langsung dari Jerman ke Jeddah, cuma kebetulan saya ada acara terlebih dahulu di Cairo. Makasih doanya. Salam
ReplyDeleteDuh asyiknya .. Jerman... Cairo.. ari kuring kumaha...hehe.. yg saya tahu ttg Cairo adalah Al Azhar.. disana pernah seorang mhs Indonesia di tahan di penjara Cairo namanya Fahri bin Abdulah yang menikah dengan Aisyah gadis sholehah peranakan Jerman/Turki.. dan Maria seorang gadis mesir penganut Kristen koptik... hehe... salam kenal buat pak haji semua ....
ReplyDelete