Menunggu, konon memang sangat tidak menyenangkan, apapun yang kita tunggu! Terutama sejak satu minggu lalu, aku menunggu keputusan dari The Alexander von Humboldt-Foundation, apakah usulanku untuk memperpanjang periode riset di Jerman diterima atau tidak.
Aku memang mengajukan usulan perpanjangan itu pada akhir April 2007 lalu, karena berdasarkan perkembangan selama periode pertama, penyelesaian riset ini tidak akan selesai sampai berakhirnya fellowship pada akhir Juli 2007.
Sejak aku mengajukan usulan perpanjangan itu, setiap hari, obrolanku bersama istri dan anak-anak selalu dimulai dengan kata “kalau”…”kalau diperpanjang, bla bla bla…………, dan kalau tidak, bla bla bla…………”.
Aku jadi ingat kata “lau” [لو] (yang artinya ya ‘kalau’ itu) yang sering aku temukan dalam kitab-kitab fikih berbahasa Arab semasa di pesantren dulu. Fikih memang penuh dengan pengandaian, atau tepatnya antisipasi kalau-kalau sesuatu terjadi (nah, pake kata ‘kalau’ lagi nih!).
Biasanya, setelah kata “lau” ini, ada kata lain yang khas digunakan dalam kitab-kitab kuning itu, yaitu kata “wa illa fala” [والافلا] (kalau tidak demikian, maka tidak demikian!), bingung kan? jangankan memahaminya, dulu santri-santri di pesantren pun bahkan banyak yang bingung cara membacanya, maklum kitab kuning itu dikenal juga sebagai kitab gundul, karena memang ditulis tanpa tanda baca....kawanku pernah diledek karena membaca kata itu menjadi "wal afla"...tentu anda tidak akan bingung, 'kalau'' anda memahami bahasa Arab dengan baik.
Ah, jadi ngalor ngidul gak karuan yah, maklum lah lagi gelisah...! Semoga penantianku ini segera berakhir!
No comments:
Post a Comment